Menakar Perlawanan Gerakan Buruh Perkebunan

Tandan Sawit Edisi No 2/September 2013
ditulis oleh: admin | 28-10-2013 | 13:21 WIB

Lahan seluas 2500ha berisi tanaman sawit produktif. | Foto: kompasiana.com |

Lahan seluas 2500ha berisi tanaman sawit produktif.
| Foto: kompasiana.com |

Lahan seluas 2500ha berisi tanaman sawit produktif. | Foto: kompasiana.com |

Lahan seluas 2500ha berisi tanaman sawit produktif.
| Foto: kompasiana.com |


Perkebunan dan pertambangan adalah industri yang rakus tanah. Kedua sektor ekstraktif tersebut tak pernah berhenti memperluas areal konsesinya hingga ke wilayah-wilayah yang terisolir. Kecepatan dalam ekspansi luasan sangat fantastis dan mengerikan. Hal ini berangkat dari anggapan, bahwa salah satu persyaratan pokok yang diperlukan kedua industri ekstraktif tersebut adalah melalui perampasan tanah yang didukung oleh Negara. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan “membonsai” organisasi-organisasi rakyat yang dapat menghambat proses-proses perampasan tanah tersebut. Ketika Negara bertindak mendukung kapital dalam ekspansinya, maka hambatan berikutnya adalah organisasi rakyat. Organisasi tersebut diantaranya masyarakat adat, serikat petani dan serikat buruh. Tulisan ini fokus pada keberadaan serikat buruh, khususnya serikat buruh perkebunan.

Buruh perkebunan adalah kelas sosial yang berada tepat di jantung perampasan tanah, yakni industri perkebunan. Sejarah tentang serikat buruh perkebunan sendiri punya kisah sendiri, dimana serikat buruh perkebunan dan serikat tani punya sejarah perlawanan panjang. Terutama sejarah aksi-aksi merebut alat produksi yakni tanah. Mari buka lembaran sejarah negeri ini, sejarah tentang Sarbupri misalnya. Sarbupri (sarekat buruh perkebunan republik Indonesia) adalah organisasi serikat buruh perkebunan yang berafiliasi ke SOBSI. Organisasi progressif revolusioner ini mengklaim punya anggota lebih dari 300 ribu, tata kelola organisasi yang rapi, pendanaan besar lewat saweran atau iuran anggota, beberapa kadernya duduk di parlemen dan lain-lain. Inilah salah satu organisasi paling radikal pada masanya sebelum ditumpas habis oleh rezim militer orde baru dibawah komando Soeharto.

Peristiwa September 1965 adalah titik balik dari kehancuran gerakan rakyat progressif revolusioner. Rezim militer Soeharto menumpas habis seluruh elemen gerakan rakyat yang punya kaitan dengan Partai Komunis Indonesia, termasuk Sarbupri. Organisasi radikal ini dihancurkan hingga ke akarnya dan berdarah-darah. Tak ada sisa. Ribuan anggota dan pimpinannya dibunuh secara keji oleh rezim Soeharto. Kapasitas politik mereka dihancurkan, fisik mereka dihancurkan, tidak cukup sampai di situ, semua dokumen organisasi mereka juga ikut dimusnahkan tanpa sisa. Sarbupri dihapus dari sejarah dan ingatan sosial bangsa Indonesia. Dampak dari penghancuran Sarbupri (bersama seluruh serikat buruh dan kekuatan Kiri Indonesia sejak 1965) adalah hancurnya kekuatan politik serikat buruh. Hilangnya tradisi perlawanan buruh perkebunan, menunjukkan betapa dalamnya penghancuran Sarbupri.

Untuk mengkerdilkan perlawanan rakyat, rezim Orde Baru menerapkan kebijakan organisasi tunggal sebagai saluran aspirasi seluruh sektor rakyat. Di sektor perburuhan, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) merupakan satu-satunya organisasi pekerja yang bertugas melegitimasi kebijakan pemerintah dalam perburuhan. Dengan jalan itu bila ada inisiatif buruh yang keluar dari kebijakan itu legal untuk digebuk.Untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru, SPSI merupakan alat Orde Baru untuk meredam gerakan buruh. Bahkan hingga rezim Orde Baru tumbang, SPSI belum menunjukkan perubahan signifikan dan masih memiliki watak lama.

Untuk lebih lengkapnya, silahkan download Tanda Sawit Edisi No 2/September 2013 dibawah:

Tandan Sawit No 2 September 2013
– See more at: http://sawitwatch.or.id/2013/10/tandan-sawit-edisi-no-2september-2013/#sthash.fTQqjyuM.dpuf

Sawit | Foto: gurindam12.co |

Sawit
| Foto: gurindam12.co |

Tinggalkan komentar