Batang Hari Tercemar Berat

Batang Hari | Foto: Padang Ekspres |

Batang Hari
| Foto: Padang Ekspres |

Disebabkan Pertambangan, Industri dan Perkebunan

Padang – Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda) Sumbar melansir empat sungai di lintas kabupaten/kota di Sumbar tercemar. Bahkan, satu di antaranya tercemar berat. Pencemaran disebabkan limbah domestik, aktivitas rumah potong hewan, limbah cair dari residu pertanian serta aktivitas penambangan tanpa izin (peti).

Empat sungai itu Batang Lembang, Batang Sumani, Batang Agam dan Batang Hari. Pemprov telah menyurati kabupaten/kota agar menindak tegas perusahaan dan para penambang yang menyebabkan pencemaran air sungai.

“Kami baru saja memantau kualitas air di lima sungai. Dari lima sungai itu, tiga di antaranya kategori tercemar, satu sungai tercemar berat dan satu sungai tidak terjadi pencemaran,” ujar Kepala Bapedalda Sumbar, Asrizal Asnan kepada Padang Ekspres di kantornya, kemarin (30/4).

“Kami mengambil sampel berpuluh-puluh kali. Ini untuk memastikan keakuratan data,” ucapnya.

Dari hasil pemantauan kualitas air Batang Lembang, Batang Sumani pada 17 titik sampel, terdapat beberapa parameter yang belum me­menuhi kriteria mutu air sungai, yaitu pada hulu Batang Lembang ditemukan pospat dan bakteri coliform di atas baku mutu.

Sedangkan pada Batang Sumani juga ditemukan COD dan bakteri di atas baku mutu. Pada titik hilir, parameter phos­pot sulfide dan bakteri coliform yang belum memenuhi kriteria mutu air kelas II. Perhitungan status baku mutu ini, berdasarkan Kepmen LH No 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.

“Dari 17 titik sampel yang telah kami ambil, seluruh parameter dinyatakan di atas baku mutu. Artinya, kualitas air di tempat itu telah tercemar bakteri,” ujarnya.

Yang paling parah terjadi pada Batang Hari, masuk kategori tercemar berat. Di Sumbar, Batang Hari melewati 3 kabupaten; Solok, Solok Selatan dan Dharmasraya. Hulu Batang Hari di Kabupaten Solok, tepatnya Jorong Batang Hari, Nagari Alahanpanjang, Kecamatan Gumanti.

“Pemantauan kualitas air Batang Hari dilakukan pada 6 titik pada sungai utama dan 4 titik pada anak sungai,” ucapnya.

Beberapa parameter yang cenderung mengalami kenaikan dari hulu ke hilir di antaranya temperature, TTS, total pospat, NO3, NH3, Hg, klorin bebas (Cl2) dan caliform. Sedangkan parameter yang cenderung mengalami penurunan dari hilir ke hulu adalah para meter DO, COD dan khlorin bebas.

“Berdasarkan hasil pertimbangan status mutu air dengan berpedoman kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, semua titik pemantauan pada Batang Hari termasuk kategori tercemar berat,” ulasnya.

Dia menjelaskan, hal yang mempengaruhi kualitas air sungai Batang Hari adalah penambangan emas, penambangan bahan galian golongan c, aktivitas industri kelapa sawit, aktivitas pertanian/perkebunan dan aktivitas pasar serta aktivitas domestik lainnya.

Dalam hasil pemantauan, diakui Asrizal Asnan, ada kandungan air raksa pada sedimen di lokasi penambangan. Tak hanya itu, pada air permukaan juga ditemukan adanya kandungan air raksa. Namun, kandungan air raksanya masih di bawah baku mutu.

Untuk mengantisipasi agar sungai tak terus dicemari, dia minta pemkab/pemko meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap orang atau perusahaan yang mencemari lingkungan. “Sebab, pemkab/pemko yang punya wilayah dan yang mengeluarkan izin,” ucapnya.

Secara terpisah, Koordinator Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar, Desriko mengatakan, pemda harus tegas menindak pelaku pencemaran lingkungan. “Tanggung jawab penuh pemerintah merehabilitasi sungai tercemar,” katanya.

Harus Berwawasan Lingkungan

Sementara itu, Bapedalda Sumbar mengatakan Peraturan Daerah (Perda) Sumbar Nomor 4 Tahun 1989 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup sudah tidak relevan dan sejalan dengan kondisi terkini dan regulasi nasional yang ada. Untuk itu, Pemprov dan DPRD Sumbar menerbitkan kebijakan baru di bidang lingkungan hidup di Sumbar, yaitu Perda Nomor 14 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disahkan 17 Desember 2012 lalu.

Asrizal Asnan menyampaikan itu saat sosialisasi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di Pangeran Beach Hotel, kemarin (29/4). Asrizal memaparkan, Perda Nomor 4 Tahun 1989 tidak relevan lagi karena mengacu kepada UU Lingkungan Hidup yang lama, yaitu UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang PokokPokok Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“UU ini sudah dua kali diperbarui menjadi UU Nomor 23/1999 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

Sumber: Padang Ekspres

Tinggalkan komentar